Monday, May 30, 2011

Berdayakan Masyarakat, Perangi Kemiskinan: Saatnya Memanfaatkan Era Otonomi Daerah

Tidaklah mengherankan apabila Indonesia disebut sebagai negeri yang penuh paradoks. Dengan kekayaan alam yang melimpah ruah dan tanah yang subur, sebagian besar rakyat Indonesia justru tergolong miskin. Data Badan Pusat Statistik tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai angka 32,53 juta jiwa.  Bahkan lebih parahnya lagi, berdasarkan standar perhitungan Bank Dunia, hampir separuh dari penduduk Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa dikategorikan penduduk miskin karena memiliki pendapatan kurang dari 2 dolar sehari. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Kemiskinan bisa disebabkan oleh gabungan faktor internal dan eksternal, dimana faktor internal berupa keterbatasan wawasan, kesehatan yang buruk, etos kerja yang rendah. Sementara itu, faktor eksternal mencakup kebijakan pembangunan yang keliru, korupsi yang menyebabkan berkurangnya alokasi anggaran untuk suatu kegiatan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat miskin, dan lainnya.

Untuk mempercepat pembangunan dan menanggulangi kemiskinan, otonomi daerah ditawarkan sebagai salah satu solusi terbaik. Dengan otonomi daerah diharapkan setiap daerah mampu membangun dirinya sendiri dan tidak membebani pemerintah pusat. Namun pada faktanya, otonomi daerah masih menyimpan beberapa masalah seperti kesenjangan antar daerah otonom yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dengan yang terbatas, kebijakan publik di daerah yang kurang melibatkan masyarakat lokal, dan lainnya, sehingga membuahkan hasil yang cukup mengejutkan bahwa dengan pendekatan pertumbuhan ekonomi selama 3 tahun pertama pasca pemekaran wilayah, hampir separuh dari 179 kabupaten/ kota daerah otonom mengalami kemunduran. 

Bagaimana hal ini bisa terjadi? Di sisi lain, untuk menanggulangi kemiskinan, pemerintah telah menciptakan banyak program pemberdayaan masyarakat. Pada tahun 1974 sampai awal 1990an, pemerintah meluncurkan Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP). Kemudian, ada juga Kredit Usaha Kecil (KUK) yang dikeluarkan pada tahun 1990 dan Kredit Usaha Tani (KUT) yang dilaksanakan mulai tahun 1985. Dalam rangka penanggulangan kemiskinan pula diluncurkan berbagai Inpres, seperti Inpres Kesehatan, Inpres Perhubungan, Inpres Pasar, Bangdes, dan yang agak belakangan namun cukup terkenal adalah Inpres Desa Tertinggal (IDT). Ada juga program-program pemberdayaan lainnya seperti Program Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Program Tabungan dan Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (Takesra-Kukesra), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), dan seterusnya. Hampir semua departemen mempunyai program penanggulangan kemiskinan, dan dana yang telah dikeluarkan pemerintah untuk pelaksanaan program-program tersebut telah mencapai puluhan trilyun rupiah.

Ironisnya, ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, perekonomian Indonesia yang memang menunjukkan tanda – tanda berat diatas dan rapuh di bawah, terguncang hebat dan membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk pulih. Dewasa ini, di saat otonomi daerah sedang marak – maraknya, seharusnya pemerintah bisa mencari celah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia karena biar bagaimanapun, perekonomian kuat didukung oleh kualitas SDM yang tinggi. Bagaimana otonomi daerah dapat turut meningkatkan kualitas SDM sekaligus juga mencapai tujuan kemandirian sebuah daerah otonom baru?

Sentralisasi bukan merupakan hal yang baru di Indonesia. Bahkan, selama puluhan tahun, kegiatan perekonomian di Indonesia tersentralisasi di ibukota Jakarta. Pesatnya pembangunan pun bisa dilihat secara jelas di Jakarta. Sementara itu, daerah yang sebenarnya memiliki sumber daya alam melimpah mulai memperlihatkan geliat pemberontakan untuk turut menikmati pembangunan tersebut. Isu otonomi daerah pun mulai muncul. Momen euforia otonomi daerah pun telah membentuk 203 daerah otonom baru yang terdiri dari 7 provinsi, 163 kabupaten, dan 33 kota dalam kurun waktu 10 tahun sejak era reformasi bergulir. 
 
Implementasi Otonomi Daerah di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan bagi pemerintah kota/ kabupaten. Tantangan tersebut diantaranya adalah bagaimana daerah dapat mengelola sumber daya manusia sebagai salah satu sumber kekuatan keberhasilan otonomi daerah. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan pembangunan baik di tingkat daerah maupun nasional. Pemberdayaan masyarakat sendiri bisa didefinisikan sebagai proses berkelanjutan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam memperbaiki taraf hidupnya.

Seyogyanya, pemberdayaan masyarakat harus berawal dari pemberdayaan setiap rumah tangga karena rumah tangga merupakan unit terkecil dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga secara teoritis, pemberdayaan rumah tangga merupakan pemberdayaan sosial ekonomi (upaya menciptakan akses bagi setiap rumah tangga dalam proses produksi, seperti akses terhaadap informasi, akses terhadap pengetahuan dan keterampilan, akses untuk berpartisipasi dalam suatu organisasi sosial, dan akses kepada sumber-sumber keuangan), pemberdayaan politik (upaya menciptakan akses bagi setiap rumah tangga ke dalam proses pengambilan keputusan publik yang mempengaruhi masa depannya), dan pemberdayaan psikologis (upaya membangun kepercayaan diri bagi setiap rumah tangga yang lemah). Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui 3 aspek pokok yakni menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi yang dimiliki masyarakat dengan mendorong dan memotivasi serta membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya, memperkuat potensi yang dimiliki masyarakat melalui pemberian dana, pembangunan sarana dan prasarana baik fisik (jalan, irigasi, listrik) maupun sosial (sekolah, kesehatan), serta pembangunan lembaga pendanaan, penelitian dan pemasaran di daerah, dan pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi semakin berdaya, serta melindungi masyarakat melalui pemihakan kepada yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang. 

Dengan berlakunya otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki kesempatan seluas - luasnya untuk menggali dan memanfaatkan potensi lokal yang dimiliki masyarakat di daerahnya. Dengan mendayagunakan potensi lokal, diharapkan program pembangunan yang dijalankan akan dapat berlangsung berkelanjutan karena mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Keterlibatan ini akan membuat masyarakat setempat berusaha untuk lebih meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan wawasannya dalam memahami persoalan yang dihadapi dan terbiasa untuk mengambil keputusan sendiri. Selain itu, karena memiliki perasaan ikut memiliki pada program yang digagas daerahnya, masyarakat akan memiliki rasa tanggung jawab untuk terus menjalankan dan mengembangkannya. Peningkatan peran masyarakat melalui pemberdayaan ini timbul akibat pergeseran paradigma pembangunan yang menjadi acuan pembangunan nasional yakni production centered development menjadi people centered development yang berorientasi kemanusiaan dan bertujuan untuk mengaktualisasikan nilai - nilai kemanusiaan seperti harga diri, identitas, otentitas, kemandirian, dan sebagainya. 

Pemberdayaan masyarakat tidak boleh membuat masyarakat bergantung pada berbagai program pemberian (charity), karena pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri, yang hasilnya dapat ditukarkan dengan pihak lain. Konsep pemberdayaan masyarakat tersebut harus dielaborasi menjadi kebijakan dan program–program pemberdayaan masyarakat yang dalam pengimplementasiannya harus sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.

Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat mensyaratkan keterlibatan langsung masyarakat, baik secara perorangan, sebagi warga masyarakat umum, secara melembaga dalam seluruh proses pengelolaan pembangunan (community based development), baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi hasil-hasil pembangunan. Keberdayaan suatu masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh berbagai prasyarat yang meliputi pendidikan, penguasaan akses sumber - sumber kemajuan ekonomi, kesehatan, dan sosial budaya. Semua faktor ini harus terpadu secara serasi sehingga mampu membentuk kekuatan yang mendukung masyarakat untuk bertahan dan mengembangkan diri dalam berbagai kondisi. Dengan demikian dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, pelayanan, fasilitasi dan pemberdayaan masyarakat serta sikap kesungguhan pemerintah tentunya harus didukung oleh masyarakat agar dapat berhasil.

Masyarakat lokal yang lebih memahami kebutuhan dan permasalahannya harus diberdayakan agar mereka lebih mampu mengenali kebutuhan, merumuskan rencana, serta melaksanakan pembangunan di daerahnya secara swadaya dan mandiri. Inilah yang disebut dengan pembangunan yang berpusat pada rakyat atau people empowerment. Agar suatu program yang dijalankan bisa memenuhi potensi dan kebutuhan masyarakat, maka masyarakat harus dilibatkan pada setiap tahap mulai dari penentuan atau pemilihan program, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Pemberian kepercayaan kepada masyarakat akan memunculkan rasa tanggung jawab karena keberhasilan program tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh mereka sendiri.  


Recommended for Further Reading
Anonim, Pemberdayaan Masyarakat, 20 Juni 2009, http://anshorfazafauzan.blogspot.com/2009/06/masyarakat.html
Anonim, Pemberdayaan Masyarakat, Percepat Pembangunan Pekon, http://lampungbarat.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1621&Itemid=1
Anonim, Pemekaran di Indonesia Apa Sebenarnya Yang Dicari, 29 May 2010, http://cdt31.org/utama/?p=37
Chambers, Robert, PRA Participatory Rural Appraisal Memahami Desa Secara Partisipatif, 1996, Yogyakarta: Kanisius
Faisol, Amir. Pengembangan Potensi (Sumber Daya) Manusia Menuju Masyarakat Madani dalam Semangat Otonomi Daerah
Ghopur, Abdul. 2010. Indonesia dan Problem Kemiskinan. Detik.com-SuaraPembaca. (http://us.suarapembaca.detik.com/read/2010/02/22/081829/1303963/471/indonesia-dan-problem-kemiskinan)
Hamidjojo, Santoso S, 1977, Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan, Bandung
Moeljarto, Tjokrowinoto, Pembangunan Dilema dan Tantangan, 2001, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suwardiman, Pemekaran Daerah, Mencari Solusi atas Dilema Pemekaran, 21 Mei 2008, http://www.madani-ri.com/2008/05/23/pemekaran-daerah-mencari-solusi-atas-dilema-pemekaran/

No comments:

Post a Comment

Please drop your comment here!! Thanks :D